A.
Pengertian PBL (Problem Based Learning)
Problem based Learning dimulai tahun
1950 sebagai restrukturisasi pendidikan sekolah kesehatan, tidak seperti
pembelajaran tradisional yang berpuncak pada masalah setelah pembelajaran di
awal yaitu berupa fakta, ketetampilan (skill), PBL dimulai dengan
masalah, pembelajaran fakta dan keterampilan di dalam konteks yang relevan.
(Bambang Rianto).
Pembelajaran berbasis
masalah adalah strategi pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis – analitis
– sistematis-logis (divergent) dan
keterampilan pemecahan masalah serta
memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran.
(www.themegallery.com)
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran
Berbasis Masalah (PBM) adalah metode pengajaran yang bercirikan adanya
permasalahan nyata sebagai konteks untuk para peserta didik belajar berfikir
kritis dan keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan (Duch,
1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan pengembangan
kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara simultan strategi
pemecahan masalah dan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan dengan
menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan
sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik. Dua definisi di atas
mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan setiap suasana pembelajaran
yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari.
PBM bermula dari suatu program inovatif yang dikembangkan di
Fakultas Kedokteran Universitas McMaster, Kanada (Neufeld & Barrows,
1974). Program ini dikembangkan berdasar kenyataan bahwa banyak
lulusannya yang tidak mampu menerapkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam
praktek sehari-hari. Dewasa ini PBM telah menyebar ke banyak bidang
seperti hukum, ekonomi, arsitektur, teknik, dan kurikulum sekolah.
Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam Saptono, 2003)
menyatakan bahwa “Problem Based Learning is a way of constructing and teaching
course using problem as a stimulus and focus on student activity”. H.S. Barrows
(1982), sebagai pakar PBL menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode
pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat
digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau mengintegrasikan ilmu
(knowledge) baru.. PBL adalah metode belajar yang menggunakan masalah sebagai
langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru
(Suradijono, 2004)
B.
Unsur - Unsur dalam PBL (Problem Based
Learning)
Pembelajaran
Problem Based Learning mempunyai beberapa unsur-unsur yang mendasar pada
pendidikan sebagai berikut:
1.
Integrated
Learning
·
Pembelajaran
mengintegrasikan seluruh bidang pelajaran
·
Pembelajaran
bersifat menyeluruh melibatkan aspek-aspek perkembangan anak
·
Anak
membangun pemikiran melalui pengalaman langsung
2.
Contextual
Learning
·
Anak
belajar sesuatu yang nyata, terjadi, dan dialami dalam kehidupannya
·
Anak
merasakan langsung manfaat belajar untuk kehidupannya
3.
Constructivist
Learning
·
Anak
membangun pemikirannya melalui pengalaman langsung (hand on experience)
·
Learning
by doing
4.
Active
Learning
·
Anak
sebagai subyek belajar yang aktif menentukan, melakukan dan mengevaluasi
(PLAN-DO-REVIEW)
5.
Learning
Interesting
·
Pembelajaran
lebih menarik dan menyenangkan bagi anak karena anak terlibat langsung
dalam menentukan masalah.
C.
Langkah – langkah dalam proses PBL
(Problem Based Learning)
John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika
memaparkan 6 langkah dalam pembelajaran berbasis masalah ini :
a. Merumuskan masalah. Guru membimbing
peserta didik untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses
pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.
b. Menganalisis masalah. Langkah peserta
didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis. Langkah peserta
didik merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki.
d. Mengumpulkan data. Langkah peserta
didik mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah.
e. Pengujian hipotesis. Langkah peserta
didik dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan
penolakan hipotesis yang diajukan
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan
masalah. Langkah peserta didik menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan
sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Sedangkan menurut David Johnson & Johnson memaparkan 5
langkah melalui kegiatan kelompok :
a. Mendefinisikan masalah. Merumuskan masalah
dari peristiwa tertentu yang mengandung konflik hingga peserta didik jelas
dengan masalah yang dikaji. Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta didik
tentang masalah yang sedang dikaji.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan
sebab-sebab terjadinya masalah.
c. Merumuskan alternatif strategi. Menguji
setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
d. Menentukan & menerapkan strategi
pilihan. Pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dilakukan.
e. Melakukan evaluasi. Baik evaluasi
proses maupun evaluasi hasil.
Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :
a. Menyadari Masalah. Dimulai dengan
kesadaran akan masalah yang harus dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai
peserta didik adalah peserta didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan
yang dirasakan oleh manusia dan lingkungan sosial.
b. Merumuskan Masalah. Rumusan masalah
berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan
berkaitan dengan data-data yang harus dikumpulkan. Diharapkan peserta didik
dapat menentukan prioritas masalah.
c. Merumuskan Hipotesis. peserta didik
diharapkan dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan
dan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
d. Mengumpulkan Data. peserta didik
didorong untuk mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang diharapkan adalah
peserta didik dapat mengumpulkan data dan memetakan serta menyajikan dalam
berbagai tampilan sehingga sudah dipahami.
e. Menguji Hipotesis. Peserta didik diharapkan
memiliki kecakapan menelaah dan membahas untuk melihat hubungan dengan masalah
yang diuji.
f.
Menentukan Pilihan Penyelesaian. Kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang
memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang dapat
terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya.
D.
Prinsip-prinsip dalam PBL (Problem Based
Learning)
Prinsip – prinsip PBL adalah sebagai berikut:
- Kebutuhan siswa untuk menyelesaikan masalah
autentik, masalah open-ended dengan banyaknya jawaban yang benar.
- Masalah autentik berasal dari ilmuwan, doktor,
insinyur, ahli hukum, pendidik, administrator, dan konselor.
- Penekanan pada pengetahuan awal siswa,
“dimulai dengan apa yang siswa ketahui”.
- Siswa secara aktif berpartisipasi dalam
merencanakan, mengorganisasi, dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
- Hubungan interdisiplin sangat kuat.
- Siswa bermain peran secara autentik (Bambang
Rianto).
E.
Ciri atau karakteristik dalam Pembelajaran Berbasis Masalah /
Problem Based Learning (PBL)
1. Pertama,
strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan peserta didik
hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan
tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif
berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya
menyimpulkannya.
2. Kedua,
aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi
pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari
proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses
pembelajaran.
3. Ketiga,
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara
ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir
deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan
empiris, sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan
tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada
data dan fakta yang jelas.
F.
Komponen– komponen yang mendukung dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
/ Problem Based Learning (PBL)
Komponen-komponen pembelajaran
berbasisi masalah dikemkakan oleh Arends, diantaranya adalah :
a. Permasalahan autentik. Model pembelajaran
berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan
bermanfaat bagi peserta didik. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam
dunia nyata tidak dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.
b. Fokus interdisipliner. Dimaksudkan agar
peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar menggunakan berbagai
perspektif keilmuan.
c. Pengamatan autentik. Hal ini
dinaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan untuk
menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat
prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen,
membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
d. Produk. Peserta didik dituntut untuk
membuat produk hasil pengamatan.produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan
dan didemonstrasikan kepada orang lain.
e. Kolaborasi. Dapat mendorong
penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan sosial.
G.
Konsep dasar dalam Pembelajaran Berbasis Masalah /
Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah
adalah pembelajaran yang menekankan padaproses penyelesaian masalah. Dalam
implementasi model pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan
pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah ini dapat
diterapkan dalam kelas jika :
a. Guru
bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal materi pelajaran
saja, tetapi juga mengerti dan memahaminya.
b. Guru
mengiginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan membuat kemampuan
intelektual siswa bertambah.
c. Guru
menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab dalam belajarnya.
d. Guru
menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara teori yang
dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang dihadapinya di luar kelas.
e. Guru bermaksud mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan, mengenal
antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat tugas
secara objektif.
H.
Penilaian &evaluasi dalam PBL
(Problem Based Learning)
Prosedur-prosedur
penilaian harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran yang ingin dicapai dan hal
yang paling utama bagi guru adalah mendapatkan informasi penilaian yang
reliabel dan valid.
Prosedur
evaluasi pada model pembelajaran berbasis masalah ini tidak hanya cukup dengan
mengadakan tes tertulis saja, tetapi juga dilakukan dalam bentuk checklist,
reating scales, dan performance. Untuk evaluasi dalam bentuk performance atau
kemampuan ini dapat digunakan untuk mengukur potensi peserta didik untuk
mengatasi masalah maupun untuk mengukur kerja kelompok. Evaluasi harus
menghasilkan definisi tentang masalah baru, mendiagnosanya, dan mulai lagi
proses penyelesaian baru.
I.
Keunggulan
dan kelemahan dalam PBL (Problem Based Learning)
Sebagai suatu model pembelajaran,
model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
1.
Pemecahan
masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.
Pemecahan
masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk
menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3.
Pemecahan
masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
4.
Pemecahan
masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka
untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.
Pemecahan
masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6.
Melalui
pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.
7.
Pemecahan
masalah dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8.
Pemecahan
masalah dapat memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengaplikasikan
pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
9.
Pemecahan
masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus
belajar.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah
harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada
tahapan ini guru membimbing peserta didik pada kesadaran adanya kesenjangan
atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang
harus dicapai oleh peserta didik, pada tahapan ini adalah peserta didik dapat
menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang
ada.
Disamping keunggulannya, model ini
juga mempunyai kelemahan, yaitu :
1.
Manakala
peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
2.
Keberhasilan
strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.
3.
Tanpa
pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang
dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.